
Kuasa Hukum Tom Lembong: "Yang Diadili Bukan Hanya Terdakwa, Tapi Juga Keadilan Itu Sendiri"
Penulis: Ricardo Julio
TVRINews, Jakarta
Sidang pembacaan pleidoi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi importasi gula dengan terdakwa Thomas Trikasih Lembong, berlangsung penuh muatan emosional dan kritik tajam terhadap sistem hukum Indonesia. Kuasa hukum Tom Lembong, dalam pernyataan pembelaannya, menyampaikan serangkaian pandangan terkait proses hukum yang dinilainya menyimpang dan sarat rekayasa.
"Dengan penuh rasa hormat, kami berdiri bukan semata-mata untuk membela terdakwa, melainkan untuk membela nurani keadilan yang diberangus oleh aparatnya sendiri," ucap Ari Yusuf Amir, Kuasa Hukum terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 9 Juli 2025.
Pernyataan tersebut menjadi pembuka dari kritik pedas terhadap proses persidangan yang menurut mereka telah kehilangan arah. “Gedung pengadilan yang seharusnya menjadi rumah bagi keadilan kini berpotensi menjadi rumah penjagalan hukum,” lanjutnya.
Dalam pleidoi yang dibacakan secara lantang dan lugas, tim kuasa hukum menggambarkan kondisi di mana hukum justru digunakan untuk memberangus keadilan, menjadikan proses hukum sebagai alat kekuasaan, bukan penjaga moralitas.
"Jika kita diam ketika hukum dibajak, maka besok tidak ada lagi ruang aman bagi siapa pun. Ketika satu orang dihancurkan dengan hukum yang diselewengkan, maka setiap orang pada akhirnya akan menunggu giliran untuk menjadi tersangka tentunya," paparnya.
Mereka juga menyebut bahwa proses hukum yang dijalankan terhadap Lembong sejak awal dipenuhi kejanggalan dan ketidakwajaran. Salah satu sorotan utama adalah pemberian salinan audit BPKP yang hanya diberikan tujuh hari sebelum pemeriksaan ahli, padahal sebagian besar isi audit merujuk pada keterangan saksi di tahap penyidikan yang sudah lebih dahulu diperiksa.
“Bagaimana mungkin kami bisa mengonfirmasi validitas temuan BPKP, jika dasarnya tidak bisa lagi diuji di muka sidang?," ucap Ari.
Menurut tim kuasa hukum, tindakan tersebut merupakan bentuk pengaburan kebenaran secara sistematis dan menunjukkan adanya desain persidangan yang tidak ditujukan untuk mencari kebenaran, melainkan untuk melegitimasi dakwaan jaksa demi menghukum terdakwa.
“Yang duduk di kursi pesakitan ini bukan hanya Thomas Trikasih Lembong, tetapi juga kebenaran dan keadilan yang selama ini kita perjuangkan,” ucap kuasa hukum, seraya mengingatkan bahwa diamnya masyarakat terhadap penyimpangan hukum hari ini dapat menjadi penyesalan kolektif di masa depan.
Menutup pembelaannya, kuasa hukum menekankan bahwa kehadiran mereka di persidangan bukan sekadar menjalankan tugas profesi, tetapi merupakan bentuk perlawanan moral agar hukum tidak kehilangan jiwanya.
Editor: Redaktur TVRINews