Penulis: Heru Sukemi
TVRINews, Jakarta
Kuasa hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, OC Kaligis menyebutkan bahwa kliennya akan menghadiri sidang dakwaan pada pekan depan, Senin 19 Juni 2023 meskipun dalam keadaan sakit.
Hal itu diungkapkan OC Kaligis usai persidangan Lukas Enembe yang digelar secara daring (online) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 12 Juni 2023.
"Untuk Minggu depan bukan jaminan sehat tapi jaminan hadir, kan dia sendiri yang mengatakan tadi secara terus terang bahwa dia mau sidang offline, tapi ada maksudnya supaya orang lihat selama ini kakinya makin membengkak," kata OC Kaligis kepada wartawan.
Baca Juga : Ribuan Warga Hadiri Meet And Greet Timnas Dan Tim Palestina Di Balai Kota Surabaya
Lebih lanjut, OC Kaligis menyebutkan bahwa selama di tahan oleh KPK, kondisi fisik Lukas Enembe bertambah parah, bahkan saat ini kakinya membengkak.
"Saya kan sering bertemu dengan Lukas, kalau anda lihat empat kali struk, cara dia berbicara pasti tidak akan jelas, kedua kenapa dia mau offline, biar media lihat kakinya bengkak gak bisa pakai sepatu dan di dalam itu malah makin sakit dia," ujar OC Kaligis.
Tidak hanya itu, dalam sidang dakwaan kali ini, OC Kaligis sudah memprediksi bahwa jalannya persidangan Lukas Enembe itu tidak akan berlanjut atau ditunda.
"Dari semula saya sudah sangka bahwa sidang ini tidak akan dilanjutkan kalau memang hukum acara dilaksanakan, waktu di surat juga bahwa dia maunya offline, biar rakyat Papua melihat keadaan dia bagaimana," tutur OC Kaligis.
Sebelumnya, KPK telah melimpahkan berkas perkara suap serta gratifikasi dengan terdakwa Lukas Enembe. Tim Jaksa mendakwa Lukas menerima suap dan gratifikasi dengan total senilai Rp 46,8 miliar dari beberapa pihak swasta.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi karena sebelumnya bergerak pada bidang farmasi. Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut.
Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPH dan PPN.
Baca Juga : Penumpang Transportasi Umum Kini Boleh Lepas Masker
Editor: Redaktur TVRINews