
Foto: Barang bukti narkotika (TVRINews/Nirmala Hanifah)
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri bersama jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda seluruh Indonesia mencatatkan hasil signifikan dalam upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika. Dalam periode Januari hingga Oktober 2025, sebanyak 38.934 kasus narkoba berhasil diungkap, dengan jumlah tersangka mencapai 51.763 orang.
Dari total jumlah tersangka, mayoritas merupakan warga negara Indonesia dengan rincian 48.692 pria, 2.764 wanita, dan 150 anak. Sementara itu, 157 orang di antaranya merupakan warga negara asing yang berasal dari 35 negara berbeda, termasuk Amerika Serikat, Malaysia, Inggris, hingga Papua Nugini.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso, menyampaikan bahwa pengungkapan ini merupakan bagian dari komitmen Polri untuk secara masif memberantas jaringan narkotika, baik skala nasional maupun internasional.
“Kami tidak hanya menindak para pelaku, tetapi juga menyasar akar kejahatan narkoba, termasuk dengan menyita aset hasil kejahatan melalui tindak pidana pencucian uang (TPPU),” tegas Brigjen Eko.
Sepanjang sepuluh bulan terakhir, barang bukti narkotika yang berhasil disita mencapai 197,71 ton, yang terdiri dari berbagai jenis narkoba. Barang bukti terbesar berasal dari ganja sebanyak 184,64 ton, diikuti dengan sabu 6,95 ton, ekstasi sebanyak 1.458.078 butir, serta berbagai narkotika lain seperti kokain, heroin, tembakau gorilla, hingga narkoba jenis baru seperti Happy Water dan Etomidate.
Bareskrim Polri secara khusus juga telah mengungkap 111 kasus, dengan total barang bukti sebesar 182,34 ton narkoba. Di sisi lain, jajaran Polda mengungkap 38.823 kasus, dengan total barang bukti mencapai 15,3 ton.
Selain pengungkapan kasus, Bareskrim Polri juga menjalankan pendekatan keadilan restoratif. Tercatat 1.072 program rehabilitasi telah diberikan kepada para penyalahguna narkoba yang dikategorikan sebagai korban, dari 832 kasus.
Dalam penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berkaitan dengan kasus narkotika, Polri telah menyita aset senilai lebih dari Rp221 miliar dari 22 kasus yang melibatkan 29 tersangka.
Aset yang disita meliputi uang tunai sebesar Rp18,8 miliar, serta berbagai aset bergerak dan tidak bergerak, seperti kendaraan, alat berat, jam tangan dan tas mewah, perhiasan, hingga properti berupa tanah dan bangunan di 37 lokasi berbeda.
“Langkah ini bertujuan untuk memiskinkan para bandar narkoba, sehingga mereka tidak lagi memiliki kekuatan finansial untuk melanjutkan bisnis haramnya,” jelas Brigjen Eko.
Pengungkapan besar juga tercatat di wilayah Aceh. Salah satu kasus menonjol adalah pengungkapan ladang ganja seluas 25 hektare di Desa Blang Meurandeh dan Kuta Teungoh, yang diperkirakan menghasilkan sekitar 180 ton ganja.
Operasi ini merupakan hasil kerja sama antara Bareskrim, Polres Nagan Raya, Bea Cukai Aceh, dan didukung personel Brimob Polda Aceh.
Sementara itu, Polda Metro Jaya berhasil menyita 471 kilogram sabu dalam satu operasi di Bekasi pada 12 Agustus 2025.
Sedangkan Polda Sumatera Utara juga mencatatkan pengungkapan besar dengan barang bukti sabu seberat 190 kilogram di Langkat.
Warga negara asing yang ditangkap, seperti disebutkan Brigjen Eko, diduga berperan sebagai kurir hingga operator laboratorium narkotika. Modus yang digunakan pun beragam, mulai dari ship to ship, penyamaran dalam bentuk barang ekspedisi, body wrapping, jastip dari luar negeri, hingga penjualan online melalui platform digital.
Adapun barang bukti yang belum dimusnahkan karena masih dalam proses penyidikan antara lain sabu seberat 1,33 ton, 335.019 butir ekstasi, dan 608 kilogram ganja. Pemusnahan akan dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 90 UU No. 35 Tahun 2009 yang mewajibkan pemusnahan dilakukan maksimal tujuh hari setelah penetapan dari kejaksaan.
Terkait hukuman yang menanti para tersangka, Brigjen Eko menyebut para pelaku akan dijerat dengan pasal berat dalam Undang-Undang Narkotika.
“Ancaman hukumannya sangat tegas. Para tersangka dapat dikenakan pidana mati, penjara seumur hidup, atau minimal 6 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” tegasnya.
Dalam kasus pencucian uang, tersangka dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Brigjen Eko menutup keterangannya dengan menegaskan bahwa Polri akan terus meningkatkan kolaborasi dengan instansi terkait, termasuk Bea Cukai, BNN, dan aparat hukum internasional, guna mempersempit ruang gerak jaringan narkotika lintas negara.
Editor: Redaksi TVRINews