
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo
Penulis: Fityan
TVRINews – Jakarta
Penyidik Dalami Disparitas Layanan PIHK, Kerugian Negara Diduga Tembus Triliunan Rupiah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin agresif membongkar kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024.
Fokus terbaru penyidik adalah menelusuri perbedaan fasilitas yang diterima jemaah haji khusus tambahan, sebuah langkah krusial untuk mengungkap potensi penyimpangan pembiayaan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa tim penyidik tengah membandingkan fasilitas antar Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Penelusuran ini dilakukan untuk memahami pola penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pengelolaan dana haji.
"Kami akan mengelaborasi juga dengan teman-teman di BPK yang sedang melakukan penghitungan kerugian keuangan negara," ujar Budi Prasetyo, merujuk pada kolaborasi KPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saat ini tengah menghitung angka pasti kerugian negara.
Penyidikan ini dipicu oleh indikasi kuat penyalahgunaan wewenang dalam pembagian kuota tambahan haji yang diterima dari Pemerintah Arab Saudi.
KPK menemukan adanya pembagian kuota yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, di mana kuota haji khusus seharusnya hanya 8%, bukan 10.000 (setengah dari kuota tambahan 20.000).
Secara resmi, kasus ini mulai disidik KPK sejak 9 Agustus 2025. Sehari sebelumnya, mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, telah dimintai keterangan.
Tidak lama berselang, pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan estimasi awal kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun dan telah mengeluarkan status pencegahan ke luar negeri untuk tiga orang, termasuk mantan Menag.
Kasus ini semakin melebar setelah pada 18 September 2025, KPK menduga sedikitnya 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji turut terlibat dalam praktik rasuah penyelenggaraan ibadah haji tersebut.
Selain penyelidikan KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR juga tengah menyoroti kejanggalan, terutama terkait alokasi kuota tambahan haji 20.000 yang dinilai melanggar Pasal 64 UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Editor: Redaksi TVRINews