
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak
Penulis: Fityan
TVRINews, Jakarta .
Presiden Prabowo gerakkan hak prerogatif: satu dihapus kasusnya, satu diampuni hukumannya. KPK: Jangan keliru arti amnesti!
Presiden Prabowo Subianto kembali menghidupkan jalur konstitusional yang jarang disentuh: hak prerogatif pemberian abolisi dan amnesti. Dua nama besar jadi sorotan: mantan Mendag Thomas Lembong alias Tom Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Tom Lembong resmi diusulkan untuk mendapat abolisi atas kasus korupsi impor gula, sementara Hasto termasuk dalam 1.116 narapidana dari total 44 ribu yang memenuhi syarat untuk diberi amnesti oleh negara.
KPK Buka Suara: "Jangan Salah Kaprah Soal Amnesti"
Pernyataan Presiden ini langsung memicu reaksi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan bahwa amnesti bukan berarti penghapusan kesalahan hukum, melainkan hanya pengampunan atas hukuman pidana.
“Amnesti tidak menghapus kesalahan. Orang yang mendapat amnesti tetap dianggap bersalah melakukan tindak pidana, hanya saja hukumannya tidak dijalankan,” ujar Johanis Tanak pada keterangan tertulis
Tanak yang berlatar belakang jaksa ini juga mengingatkan, pemberian amnesti seharusnya tidak dimaknai sebagai ‘pembebasan nama baik’ bagi seseorang yang sudah divonis.
“Kalau dipahami dengan baik pengertian amnesti itu, maka yang diampuni itu adalah hukumannya. Hanya orang yang bersalah saja yang diampuni. Kalau orang tidak bersalah, tidak perlu diampuni,” tegasnya.
Dua Kasus, Dua Jalur
Langkah Presiden Prabowo ini menempuh dua jalur berbeda:
Abolisi untuk Tom Lembong:
Artinya, seluruh proses hukum atas dirinya dihapus, termasuk vonis dan status pidananya. Ini sesuai Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, dan UU Darurat No. 11 Tahun 1954.
Amnesti untuk Hasto Kristiyanto:
Amnesti tidak menghapus status bersalah, namun menghentikan eksekusi hukuman pidananya. Hasto masih dianggap bersalah, namun tidak menjalani masa hukuman jika amnesti disahkan.
DPR sudah menyetujui kedua langkah ini. Kini, tinggal menunggu keputusan final dari Istana lewat Keppres (Keputusan Presiden).
Editor : Redaksi TVRINews
Editor: Redaksi TVRINews