
Foto: Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas usai diperiksa KPK (TVRINews/Ridho Dwi Putranto)
Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dua rumah mewah senilai Rp6,5 miliar yang diduga terkait kasus dugaan korupsi kuota haji. Juru bicara eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Anna Hasbi, membantah bahwa rumah-rumah yang disita tersebut merupakan milik Gus Yaqut.
"Aset tersebut milik seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama," kata Anna dalam keterangannya, Selasa, 9 September 2025.
Selain dua rumah mewah tersebut, lanjut Anna, KPK juga telah menyita sejumlah aset lain yang diduga terkait kasus ini, termasuk uang tunai senilai $1,6 juta (sekitar Rp 26 miliar), empat unit mobil, lima bidang tanah dan bangunan. Anna kembali menegaskan bahwa semua yang disita tersebut bukan milik Gus Yaqut.
Untuk diketahui, KPK menyita dua rumah mewah di Jakarta Selatan pada Senin, 8 September 2025. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan rumah tersebut senilai Rp 6,5 miliar yang diduga dibeli dari fee jual beli kuota haji 2024.
"Rumah disita dari salah satu pegawai Kementerian Agama ASN pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang dibeli pada 2024 secara tunai dan diduga berasal dari fee jual beli kuota haji Indonesia," ujarnya.
Kasus bermula dari dugaan penyelewengan alokasi 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia.
Berdasarkan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota tersebut mestinya dialokasikan untuk haji khusus sebesar 8 persen. Namun, Kemenag berpegang pada Pasal 9 UU No 8 Tahun 2019 yang memberikan ruang diskresi untuk membagi kuota tambahan.
Pada 2024, kuota tambahan tersebut dibagi menjadi 50 persen untuk reguler (10.000 jemaah) dan 50 persen untuk khusus (10.000 jemaah).
Juru Bicara Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas, Anna Hasbi, mengatakan dasar diskresi tersebut menyesuaikan kondisi lapangan.
"Dasar dari diskresi tersebut adalah menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Penambahan besar kuota haji reguler berpotensi memicu overcrowding di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) dan justru dapat membahayakan keselamatan jemaah haji itu sendiri," tuturnya.
Editor: Redaktur TVRINews