
Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan dan menahan empat tersangka baru dalam dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, untuk Tahun Anggaran 2024–2025.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan keempat tersangka tersebut yakni Parwanto (Wakil Ketua DPRD OKU 2024–2029 dari Fraksi Gerindra), Robi Vitergo (Anggota DPRD OKU) serta dua pihak swasta, Ahmat Thoha dan Mendra SB.
“Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 20 November sampai 9 Desember 2025 di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” kata Asep dalam konferensi pers, Kamis, 20 November 2025.
OTT hingga Penetapan Tersangka
Asep menjelaskan keempat tersangka sebelumnya sempat terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada 16 Maret 2025 di Kabupaten OKU. Namun, mereka saat itu dipulangkan karena penyidik belum menemukan kecukupan alat bukti.
Alat bukti baru ditemukan setelah KPK mendalami dugaan praktik suap terkait fee proyek pokok pikiran (pokir) DPRD OKU, yang mengarah pada keterlibatan para tersangka.
Modus: Pengkondisian Pokir DPRD dan Fee Proyek
Kasus ini berawal dari proses perencanaan anggaran tahun 2025 di Pemkab OKU, ketika terjadi pengaturan alokasi pokir anggota DPRD. Nilai pokir awalnya disepakati Rp45 miliar, dengan pembagian Rp5 miliar untuk pimpinan DPRD dan Rp1 miliar untuk masing-masing anggota. Namun, jumlah tersebut kemudian diturunkan menjadi Rp35 miliar.
Dari nilai itu, anggota DPRD meminta fee sebesar 20 persen sehingga total komitmen mencapai Rp7 miliar. Saat APBD 2025 disahkan, anggaran Dinas PUPR justru naik dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.
Asep menyebut praktik jual-beli proyek dengan pemberian fee kepada pejabat eksekutif maupun legislatif sudah menjadi pola yang berlangsung lama di OKU.
Nopriansyah menawarkan proyek-proyek tersebut kepada Ketua Komisi III DPRD OKU Muhammad Fakhrudin (MFR) serta pihak swasta Ahmad Sugeng Santoso (ASS) dengan komitmen fee 22 persen, terdiri atas 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
Pembagian Fee dan Dana Mengalir Jelang Idul Fitri
Menjelang Idul Fitri, MFR bersama anggota DPRD lainnya, Ferlan Juliansyah dan Umi Hariati menagih fee proyek kepada Nopriansyah. Pemkab OKU saat itu mengalami masalah cash flow karena prioritas pembayaran THR, TPP, dan gaji perangkat desa, namun uang muka proyek tetap dicairkan.
Pada 13 Maret 2025, Fakhrudin menyerahkan Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah, yang berasal dari uang muka proyek dan merupakan bagian dari komitmen fee.
Asep menjelaskan sejumlah pihak swasta lain turut berperan sebagai pemberi suap. Selain itu, dua anggota DPRD OKU lainnya, yakni Robi Vitergo (RV) dan Parwanto (PW), diduga ikut menerima uang terkait pengadaan di Dinas PUPR OKU tahun 2024–2025.
Akibat perbuatannya, Parwanto dan Robi Vitergo selaku pihak penerima disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara, Ahmat Toha dan Mendra SB sebagai pihak pemberi diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Redaktur TVRINews
