
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana
Penulis: Fityan
TVRINews – Jakarta
KPK Telusuri Uang Haram hingga ke Organisasi Keagamaan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyerahkan data kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi penyelenggaraan dan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama. Kerja sama ini menjadi langkah maju dalam mengungkap praktik lancung yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan pihaknya sudah berkoordinasi intensif dengan tim KPK. "Sejak awal tim kami dan KPK terus berkoordinasi, banyak data sudah kami sampaikan baik diminta maupun berdasarkan perkembangan analisis kami," ujarnya, dikutip pada Senin (15/9).
Meski begitu, Ivan enggan memerinci lebih jauh detail aliran dana, termasuk jumlah rekening yang terdeteksi dan total nilai transaksinya. "Untuk nama-nama bisa ditanyakan langsung ke KPK. Dari sisi PPATK, akan menelusuri aliran dana baik dari sisi PN, pihak swasta ataupun pihak terkait lainnya," tegasnya.
Dana Korupsi Diduga Mengalir ke Organisasi Keagamaan
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, mengonfirmasi bahwa penyidik terus melacak ke mana saja uang korupsi tersebut mengalir, termasuk dugaan keterlibatan ormas keagamaan. Pernyataan ini muncul saat Asep ditanya mengenai kemungkinan dana korupsi kuota haji dinikmati oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor.
Kasus ini memang menyeret nama kedua ormas tersebut setelah KPK memanggil staf PBNU, Syaiful Bahri, pada Selasa, 9 September. Selain itu, mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang menandatangani Surat Keputusan terkait pembagian 20.000 kuota haji tambahan, diketahui pernah menjabat sebagai Ketua GP Ansor.
"Jadi, kami sedang melakukan follow the money, ke mana saja uang itu mengalir, seperti itu," kata Asep di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Asep juga menegaskan, penelusuran ini bukan bertujuan untuk mendiskreditkan organisasi keagamaan, melainkan bagian dari prosedur standar dalam setiap penanganan kasus korupsi.
Kerugian Negara Diduga Capai Triliunan Rupiah
Penyelidikan kasus ini berawal dari kebijakan pembagian 20.000 kuota haji tambahan dari Arab Saudi. Seharusnya, kuota tersebut dibagi berdasarkan aturan 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, dalam kasus ini, pembagiannya dilakukan secara tidak proporsional, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
KPK menduga, penyimpangan ini terjadi karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah yang mengalir ke Kementerian Agama. Kuota tambahan yang didapat tersebut kemudian dijual kembali kepada calon jemaah haji dengan harga tinggi.
Editor: Redaktur TVRINews