
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
Penulis: Fityan
TVRINews – Jakarta
Dugaan 'Obstruction of Justice' Mencuat, Penyidik Temukan Indikasi di Kantor Travel Agent
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan menerapkan pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Ancaman ini muncul setelah penyidik menemukan indikasi kuat adanya upaya untuk menghilangkan barang bukti.
Upaya penghilangan barang bukti ini ditemukan saat KPK menggeledah sebuah kantor agen perjalanan haji dan umrah pada Kamis, 14 Agustus. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa temuan tersebut menjadi petunjuk awal.
"Penyidik menemukan petunjuk awal adanya dugaan penghilangan barang bukti," kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 16 Agustus, seperti dikutip dari sumber berita. Ia menegaskan bahwa pihak yang mencoba-coba menghilangkan barang bukti akan menghadapi konsekuensi hukum serius.
"Atas tindakan tersebut, KPK kemudian melakukan evaluasi dan tentunya penyidik tidak segan untuk mempertimbangkan pengenaan Pasal 21 obstruction of justice," lanjutnya. Pasal ini dikenakan kepada siapa saja yang sengaja menghalangi atau merintangi proses penyidikan.
Dalam sepekan terakhir, tim penyidik KPK telah bergerak cepat dengan menggeledah sejumlah lokasi, termasuk kantor Kemenag dan rumah beberapa pihak terkait. Dari serangkaian penggeledahan itu, KPK berhasil menyita satu unit mobil, beberapa aset properti, dokumen, dan bukti elektronik yang dinilai penting untuk mengungkap kasus ini.
Sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum terkait dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa sprindik umum ini memberikan ruang gerak lebih luas bagi penyidik untuk mengumpulkan bukti dan informasi.
Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara hingga lebih dari Rp1 triliun. Kerugian tersebut diakibatkan oleh pembagian kuota haji tambahan yang tidak sesuai aturan, yaitu 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus. Padahal, sesuai undang-undang, pembagian kuota seharusnya 92% untuk haji reguler dan hanya 8% untuk haji khusus.
Dengan adanya ancaman pasal perintangan, KPK menunjukkan keseriusannya untuk menindak tegas pihak-pihak yang mencoba menghambat proses hukum dalam kasus yang merugikan keuangan negara ini.
Ediitor : Redaksi TVRINews
Editor: Redaksi TVRINews