
Hasto Singgung Kasus Gamma dan Antasari Saat Bacakan Pleidoi di Sidang Harun Masiku.
Penulis: Krisafika Taraisya Subagio
TVRINews, Jakarta
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kembali menyinggung sejumlah kejanggalan dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menyeret namanya.
Dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis 10 Juli 2025, Hasto bahkan membandingkan kasusnya dengan peristiwa hukum kontroversial yang pernah terjadi di Indonesia.
Salah satunya adalah kasus penembakan siswa SMK bernama Gamma oleh oknum polisi di Semarang. Hasto menyoroti bagaimana aparat saat itu justru diduga merekayasa fakta hukum, menyebut Gamma sebagai pelaku tawuran, dan menunjukkan alat bukti palsu berupa senjata tajam.
"Aparat kepolisian kemudian melakukan rekayasa hukum dengan menunjukkan alat-alat bukti palsu berupa beberapa jenis senjata tajam, dengan membangun skenario bahwa penyebab meninggalnya pelajar tersebut akibat tawuran," kata Hasto di hadapan majelis hakim.
Tak hanya itu, Hasto juga mengaitkan kasusnya dengan peristiwa yang menimpa mantan Ketua KPK, Antasari Azhar. Saat itu, Antasari divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
Namun, menurut Hasto, kasus itu sarat kontroversi, salah satunya terkait alat bukti berupa SMS berbasis web yang dinilai sejumlah ahli bisa dimanipulasi.
Hasto menduga kasus yang kini menjeratnya pun mengandung kejanggalan serupa. Ia menyoroti adanya perubahan keterangan saksi dibandingkan dengan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada 2020.
"Ada saksi yang memberikan keterangan berbeda dari putusan terdahulu. Bahkan, kami menduga saksi di bawah tekanan agar memberikan pernyataan yang memberatkan," ujarnya.
Ia juga menyebut adanya penggeledahan rumah eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, pada akhir Desember 2023. Dalam penggeledahan itu, KPK kembali memeriksa Wahyu dalam kaitan dugaan tindak pidana pencucian uang.
"Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar dan menjadi bagian dari rangkaian tekanan hukum yang tidak berdiri sendiri," ucapnya.
Sidang pleidoi ini merupakan lanjutan dari proses hukum terhadap Hasto yang diduga terlibat dalam upaya menghalangi penyidikan kasus suap eks caleg PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih buron. Sebelumnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntutnya dengan pidana penjara selama 7 tahun serta denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Meski begitu, jaksa juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan, seperti sikap sopan terdakwa selama persidangan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga.
Dalam dakwaan, Hasto disebut menginstruksikan orang-orang dekatnya, termasuk penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel milik Harun Masiku ke dalam air demi menghilangkan jejak digital usai operasi tangkap tangan terhadap anggota KPU kala itu, Wahyu Setiawan.
Tak hanya itu, ajudan Hasto, Kusnadi, juga diminta melakukan hal serupa sebagai langkah antisipasi dari penggeledahan penyidik.
Selain upaya menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa turut terlibat dalam pemberian uang senilai 57.350 dolar Singapura, sekitar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan dalam rangka meloloskan Harun sebagai pengganti antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Dapil Sumatera Selatan I.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) untuk perbuatan korupsinya serta Pasal 5 Ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP atas perintangan penyidikan.
Baca juga: KPK Minta Tambahan Rp 1,34 Triliun, Anggaran Penindakan Korupsi 2026 Masih Nol
Editor: Redaksi TVRINews
