
Foto: Boyamin Saiman, Kuasa hukum keluarga Mohamad Ilham Pradipta (37), Kepala Cabang (Kacab) sebuah bank ditemukan tewas setelah diculik (TVRINews/Nirmala Hanifah)
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Kuasa hukum keluarga Mohamad Ilham Pradipta (37), Kepala Cabang (Kacab) sebuah bank di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang ditemukan tewas setelah diculik, mendesak penyidik Polda Metro Jaya untuk menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Boyamin Saiman, pengacara yang mewakili keluarga MIP, menyatakan telah menemui penyidik untuk berdiskusi terkait sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut.
Ia menilai bahwa rangkaian kejadian yang dialami korban sudah mengarah pada dugaan pembunuhan yang direncanakan.
“Saya datang sebagai kuasa hukum keluarga korban, baik anak maupun istri almarhum, untuk berdiskusi dengan penyidik. Karena menurut kami, ada banyak hal yang belum sinkron,” ujar Boyamin kepada awak media di Mapolda Metro, pada Rabu, 17 September 2025.
Lebih lanjut, Boyamin menyoroti fakta bahwa korban ditemukan dalam kondisi dilakban saat dibuang. Menurutnya, ini menunjukkan adanya niat membunuh, bukan sekadar penganiayaan yang berujung kematian.
“Kalau memang tidak ada niat membunuh, seharusnya lakban itu dilepas. Tapi ini korban dibuang dalam kondisi masih terlakban, itu artinya pembunuhan. Tidak bisa dikenakan Pasal 351 ayat 2 atau 3 tentang penganiayaan, karena ini bukan spontanitas atau kecelakaan dalam perkelahian. Ini peristiwa yang sudah direncanakan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Boyamin menilai kejahatan ini dilakukan secara terorganisir. Polisi pun sebelumnya mengungkap kemungkinan skenario bahwa korban diancam, dipukuli, dan dibunuh agar tidak membocorkan informasi.
“Kalau versi polisi saja sudah menyebut ada skenario alternatif seperti itu, artinya unsur perencanaannya sudah terlihat,” kata Boyamin.
Menurut penuturan keluarga, korban menunjukkan gelagat tidak biasa sebelum peristiwa penculikan. Ia sempat memarkir mobil di luar kompleks dan berjalan kaki ratusan meter, serta mulai merokok hal yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya.
Selain itu, Boyamin menyebut ada orang asing yang memantau rumah korban di Bogor serta mencoba menemui korban di kantor cabang dengan dalih ingin mengurus ATM, namun tanpa membawa dokumen apapun.
“Semua ini tidak mungkin terjadi secara acak. Apalagi sebelumnya korban sempat bertemu pelaku dan menyimpan kartu namanya. Ini bukan peristiwa random,” ujarnya.
Boyamin juga mendesak penyidik untuk membuka data komunikasi (digital forensik) dari ponsel pelaku dan korban. Ia menilai hal ini penting untuk mengungkap adanya komunikasi dan rencana sebelumnya.
“Dengan bantuan operator seluler, komunikasi bisa ditelusuri. Kalau terbukti sudah ada pembicaraan sebelumnya, maka ini jelas pembunuhan berencana,” tegas Boyamin.
Dalam diskusi dengan penyidik, Boyamin mengaku dirinya meminta agar kasus ini tidak dipisah-pisahkan antara penculikan, penganiayaan, dan pembunuhan. Menurutnya, semua yang terlibat harus dijerat dengan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 dan 56 tentang turut serta dan membantu melakukan kejahatan.
“Kalau tidak ada penculikan, bagaimana mungkin korban bisa dibunuh? Ini satu rangkaian peristiwa. Semua pelaku pasti ingin menyelamatkan diri, tapi hukum tidak boleh dibelokkan. Soal berat ringannya hukuman nanti itu wewenang hakim, tapi pasalnya harus tepat sejak awal,” pungkasnya.
Editor: Redaksi TVRINews