
Kasus Korupsi Laptop Rp9,9 Triliun: 6 Saksi dan Staf Khusus Ikut Diperiksa Kejagung
Penulis: Fityan
TVRINews – Jakarta
Pengadaan Chromebook yang dinilai tak efektif tetap dijalankan, enam saksi diperiksa termasuk Fiona Handayani dari Kemendikbudristek.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chrome OS (Chromebook) di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) semakin mengerucut. Kejaksaan Agung memeriksa enam saksi, salah satunya Fiona Handayani, yang menjabat sebagai Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020.
Pemeriksaan dilakukan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Selasa, 1 Juli 2025, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya mengungkap dugaan rekayasa kajian teknis dalam pengadaan laptop pendidikan yang menelan anggaran hampir Rp10 triliun.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Rabu (2/7).
Selain Fiona, lima orang lainnya juga diperiksa. Mereka terdiri dari pejabat internal Kemendikbudristek serta pihak swasta dari perusahaan yang terlibat dalam proyek pengadaan tersebut. Mereka adalah WH (Staf Biro Umum dan Pengadaan Barang), MA (Direktur PT Tixpro Informatika Megah), STD (General Manager PT Tixpro), RS (Manajer Produksi PT Zyrexindo Mandiri Buana), dan IWT (Product Manager PT Evercross Teknologi Indonesia).
Dalam penyidikan, tim Kejagung mendalami dugaan adanya persekongkolan antara sejumlah pihak untuk memaksakan penggunaan Chromebook sebagai perangkat bantuan pendidikan, meski sebelumnya telah ada evaluasi yang menyatakan sistem tersebut tidak efektif.
Fakta menarik yang diungkap penyidik, pada tahun 2019, Kemendikbudristek melalui Pustekkom telah melakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook. Hasilnya, perangkat berbasis Chrome OS dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia. Namun, saat proyek besar digulirkan tahun berikutnya, hasil kajian teknis itu diduga dikesampingkan dan diganti dengan kajian baru yang mendukung penggunaan Chromebook.
Padahal, tim teknis awal justru merekomendasikan sistem operasi Windows sebagai opsi yang lebih relevan dengan kebutuhan pembelajaran di sekolah.
Total anggaran yang dikucurkan untuk proyek ini mencapai Rp9,982 triliun, terdiri dari Rp3,582 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Besarnya anggaran, serta proses teknis yang diduga manipulatif, membuat kasus ini menjadi salah satu sorotan terbesar dalam sektor pendidikan sejak pandemi.
Kejaksaan Agung belum mengumumkan status tersangka dalam kasus ini. Namun, pemeriksaan terhadap tokoh-tokoh kunci seperti Staf Khusus Menteri mengindikasikan bahwa penyidikan kini telah memasuki fase yang lebih serius.
Baca Juga: Usai OTT 5 Tersangka, KPK Geledah Kantor PUPR Sumut
Editor: Redaktur TVRINews