
Foto: Ilustrasi peretasan (pixabay/Franz26)
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Masyarakat harus lebih hati-hati, ini karena tengah marak modus penipuan baru. Dimana, penipu mengaku-ngaku jadi polisi.
Lantaran modus penipuan baru tersebut, banyak jurnalis yang sudah menjadi korban. Salah satunya adalah Nanda Perdana Putra.
Kejadian tak mengenakan itu terjadi, saat Nanda baru saja selesai melakukan peliputan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan pada hari ini Selasa, 16 Juli 2024 sekitar pukul 15.20 WIB.
Hal ini berawal, saat Nanda tiba-tiba dihubungi oleh seorang tak dikenal dengan nomor 02186651961. Ia berpikir, saat itu yang menghubunginya ialah narasumber.
Saat telepon tersebut diangkat, Nanda mengaku tekejut katena ia mendengar si penelpon yang mengaku-ngaku dari petugas PN Jakarta Pusat.
“Selamat siang, anda menerima panggilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tekan 0 untuk mengabaikan pesan, tekan 1 untuk mencari informasi,” kata Nanda menirukan lagi suara tersebut. Dia menyebut, penelpon layaknya customer service perusahaan tertentu.
Mendengar hal tersebut, Nanda mengaku dirinya khawatir jika terkena tilang elektronik. Sehingga, ia memilih untuk menekan tombol 1.
Seusai menekan tombol 1, si penelpon yang mengaku sebagai petugas PN Jakpus ini membeberkan kesalahannya. Ia menuturkan, jika Nanda telah menunggak kartu kredit.
"Suara petugas mengaku yang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyebutkan saya menunggak kartu kredit Rp 28.300.000 sehingga digugat Bank BCA," ujar Nanda.
Tak hanya itu, si penelpon juga sebutkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di KTP miliknya secara benar, namun alamat yang disebutkan salah.
“Tolong Bapak tulis, untuk saya sambungkan ke laporan online Bareskrim Polri. Satu, buka dari Bank BCA mengenai kartu kredit visa platinum yang sudah menunggak melebihi 6 bulan. Dua, tanggal gugatan 5 Juli 2024. Tiga, nama kartu BCA Visa Platinum. Empat, nomor kartu 4815 2500 0406 0517. Lima, tanggal pengajuan 9 Januari 2024,” kata pihak yang mengaku dari PN Jakpus ditirukan Nanda.
Usai disambungkan ke Bareskrim Polri, komunikasi antara orang yang mengaku menajdi petugas PN Jakpus dan orang yang mengaku polisi berlangsung alot.
Hal ini karena, orang yang mengaku polisi diminta mengirimkan foto KTP, namun dirinya khawatir penipuan.
“Kalau Bapak mau membersihkan nama Bapak, kooperatif saja,” kata orang yang mengaku polisi seperti ditirukan Nanda.
“Selanjutnya, (Nanda) meminta videocall agar bisa percaya dengan proses pelaporan online tersebut,” terusnya
Namun, nyatanya si penelpon menyanggupi sambil mengancam untuk tidak main-main dengan petugas.
Saat melakukan videocall, si penelpon menbaku petugas bernama AKBP Hadi dan berkantor di Lantai 8 Bareskrim Polri. Mendengar hal tersebut, Nanda sempat mengajaknya bertemu secara langsung lantaran ia familiar dengan Bareskrim Polri, namun dia beralasan tidak mungkin bisa bertemu langsung lantaran perlu membawa berkas laporan dari PN Jakpus.
"Latar videocall pun selayaknya berada di ruang kepolisian, lengkap dengan logo Baresrkrim Polri. Pria mengaku AKBP Hadi itu berseragam polisi dan duduk di meja kerjanya," ucap Nanda.
Menurut Nanda, si penelpon merupakan orang yang cukup lihai untuk mengelabuinya. Sehingga, akhirnya dirinya merasa percaya dengan proses aduan online Polri tersebut, tentunya demi memulihkan nama baiknya.
"Saya diminta memegang KTP dan diletakkan di bawah muka saat videocall tersebut dengan alasan kepentingan penyelidikan. Sampai akhirnya diminta mengirim foto KTP depan belakang, saya sanggupi," ujar Nanda.
"Mulai dari nama orangtua saya, profesi, hingga perusahaan tempat saya bekerja pun saya sampaikan. Hingga akhirnya, dia bertingkah menggunakan Handy Talky (HT) seolah petugas polisi," Nanda menambahkan.
Nanda menjelaskan dari sambungan telepon, terdengar pria mengaku polisi itu sibuk berkomunikasi lewat HT dengan pihak Bareskrim Siber Polri untuk pengecekan seluruh data pribadi miliknya. Sampai akhirnya dia menyatakan dirinya terlibat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bersama Warga Negara Tiongkok.
“Ini data dari Siber Polri, Bapak sudah tersangka dan berdasarkan pengakuan tersangka Angelina Warga Negara Cina, Bapak mendapatkan komisi 15 persen dari pencucian uang sebesar Rp 181 miliar,” ujar penelpon mengaku polisi seperti ditirukan Nanda.
Nanda menyadari telah menjadi korban penipuan. Kini, dia khawatir data pribadinya disalahgunakan untuk pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Saya langsung lemas, langsung sadar kalau penipuan. Saya hanya khawatir data pribadi yang diterima disalahgunakan untuk pinjaman online atau pinjol ilegal," ucap dia.
Terkait kejadian ini, Nanda bersama rekan-rekannya Semapt berkonsultasi dengan polisi Mabes Polri, namun karena belum ada kerugian material dia pun mengurungkan niatnya.
"Saya dinilai belum dirugikan khususnya soal uang, sehingga tidak dapat membuat laporan. Untuk semua pembaca, berhati-hati dengan data pribadi anda," tandas dia.
Editor: Redaktur TVRINews